Mei 27, 2009

kespro:Perempuan Berkalung Sorban sebuah tuntutan terhadap keadilan dan hak-hak reproduksi

Adanya kontroversi film perempuan berkalung sorban membuat saya penasaran untuk membaca cerita aslinya dari novel karya Abidah El Khalieqy, pada bab-bab awal terdapat banyak pertanyaan dari Anisa kecil tentang ketidak adilan yang dia rasakan sebagai anak yang terlahir sebagai perempuan dihubungkan dengan aturan-aturan yang ada di masyarakat dengan latar belakang ajaran Islam . Kesimpulan akhir yang dapat saya ambil bahwa novel ini adalah perjuangan seorang perempuan untuk menuntut hak-hak reproduksinya dan dari ketidak adilan gender.
Kata gender barangkali bukan kata yang asing didengar tapi masih banyak orang yang salah mempersepsikan arti gender itu sendiri, banyak orang yang mengartikan gender sebagai jenis kelamin sehingga mempunyai kesimpulan yang salah ketika seorang wanita menuntut kesamaan gender dipersepsikan sebagai menyalahi kodrat karena ingin disamakan dengan laki-laki. Secara biologis laki-laki dan perempuan memang berbeda dan mempunyai kodratnya masing masing sedangkan yang dimaksud gender sendiri adalah perbedaan peran dan tanggung jawab sosial bagi perempuan dan laki-laki yang dibentuk oleh budaya. Pandangan bahwa perempuan bertugas dirumah ,ngurus anak sedangkan laki-laki mencari nafkah disebabkan oleh budaya bukan dibawa ketika lahir. Seorang perempuan mempunyai keingnan yang sama untuk merdeka dan maju.

Dalam novel ini Anisa sebagai tokoh utama banyak menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan hak-hak reproduksi perempuan yang tidak dia dapatkan baik ketika masih kecil karena diperlakukan berbeda dengan kakak-kakak laki-lakinya maupun setelah menikah dengan suami pertamanya yang kejam dan mempunyai kelainan seks.
Hak-hak reproduki merupakan hak asasi manusia dalam ICPD (1994) di Kairo dan FWCW (1995) di Beijing mengakui hak-hak reproduksi sebagai bagian yang tak terpisahkan dan mendasar dari kesehatan reproduksi dan seksual ( Cottingham,dkk,2001). Hak reproduksi adalah hak yang dimiliki oleh setiap orang untuk memutuskan secara bebas dan bertanggung jawab mengenai jumlah anak,jarak antar anak,serta penentuan waktu kelahiran anak dan akan melahirkan. Hak reproduksi ini didasarkan pada pengakuan akan hak-hak asasi manusia yang diakui di dunia Internasional. Banyak pertanyaan yang timbul dalam novel ini bagaimana dalam masyarakat kita masih banyak persepsi yang salah atau memandang reproduksi perempuan dari kacamata yang negatif, seperti pendapat orang-orang yang mengannggap perempuan yang sedang haid adalah najis. Ada tulisan yang mengelitik saya pada hal 73 alinea kedua....... perempuan yang sedang menstruasi juga dilarang masuk mesjid. Padahal wak tompel yang setiap malam minum tuak dan berjudi di kedai yu Sri, tidak dilarang untuk tidur menggelosor didalam mesjid dan tak seorangpun berani mengatakan bahwa itu haram, demikian juga wak burik , blantik sapi yang membuka praktek rentenir sering datang dan ngorok dengan mulut berbusa di mesjid. Tak satu orangpun berani mengatakan bahwa tubuh-tubuh mereka jauh lebih kotor dari perempuan yang tengah menstruasi........
Tidak bisa kita pungkiri bahwa di masyarakat kita ada persepsi yang salah tentang aturan agama sehubungan dengan perempuan yang sedang mestruasi, menurut saya Islam tidak bermaksud merendahkan seorang perempuan yang sedang menstruasi justru kita harus menghilangkan stigma bahwa perempuan yang sedang menstruasi itu disamakan dengan najis, justru kita harus melihat dari kaca mata positif bahwa Allah menganugrahkan kelebihan kepada seorang perempuan dengan adanya menstruasi dan Allah Maha Tahu bagaimana kondisi perempuan yang sedang menstruasi apa yang dirasasakan dan bagaimana perempuan begitu berat menghadapi hari-hari itu selain rasa sakit yang dirasakan / dismenoure serta suasana hati yang tidak menentu, oleh karena itu Allah memberikan keringanan dengan melarang perempuan menstruasi untuk melaksanakan shalat dan puasa. Lalu apakah berarti perempuan volume ibadahnya menjadi lebih sedikit dibanding laki-laki yang bisa full dalam shalat dan puasa ? tentu tidak justru perempuan yang tidak shalat dan puasa pada waktu menstuasi pun dalam rangka mentaati perintah Allah juga artinya tetap saja dapat pahala karena telah menjalankan perintah Allah, jadi pendapat yang menganngap laki-laki lebih banyak pahalanya dari perempuan saya rasa kurang tepat.
Lalu bagaimana dengan larangan bagi para suami untuk mendekati istrinya yang sedang haid apakah benar karena najis ? ,kembali pola pikir kita harus dirubah bukan najisnya yang harus di tonjolkan tapi bagaimana Allah itu menyayangi hambanya ,perempuan harus dijaga agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan, konon berdasarkan kacamata medis perempuan yang sedang menstruasi tidak boleh bersetubuh karena dapat membahayakan diri perempuan itu sendiri seperti bisa timbulnya penyakit pada alat reproduksinya bahkan sampai acaman kematian.
Pada halaman 79 alinea 3 baris ke 8 terdapat percakapan menarik antara guru ngaji dan santri-santrinya sebagai berikut ....... “ Perempuan mana saja yang diajak suaminya untuk berjimak lalu menunda-nunda higga suaminya tertidur, maka ia akan dilaknat oleh Allah....................kemudian timbul pertanyaan dari Anisa “ Bagaimana jika isterinya yang mengajak ketempat tidur dan suaminya nenunda-nunda hingga isteri tertidur, apa suami juga di laknat Allah pak Kiai ?.......” tidak .sebab tak ada hadis yang mengatakan seperti itu. Lagipula, mana ada seorang isteri yang mengajak lebih dulu ketempat tidur................
Benarkah perempuan tidak boleh mempunyai inisiatif lebih dulu dan harus bersikap menunggu, lalu bagaimana jika seorang istri tidak pernah merasakan orgasme apakah harus diam saja dan bagaimana jika seorang istri tidak siap hamil tapi suaminya menuntut untuk punya anak lagi haruskah perempuan diam. Lalu bagaimana dengan para perempuan yang sudah menopause dan mengalami rasa sakit ketika berhubungan intim / dispareunia tidak bolehkah mereka menolak ajakan suaminya untuk berhubungan intim ?.
Barangkali perlu kita sadari bahwa tubuh kita adalah milik kita sendiri, walaupun kita sudah menikah bukan berarti tubuh kita harus menjadi milik suami yang bisa diperlakukan sesukanya, bukankah tubuh kita yang akan merasakan akibatnya karenanya kitalah yang harus menentukan apa yang terbaik bagi tubuh kita . Islam adalah agama yang mengajarkan pergaulan suami istri harus dilakukan dengan cara yang baik , yang menyenangkan bagi kedua pihak. Kedudukan suami dan istri itu setara sama-sama memiliki hak dan kewajiban yang harus dipenuhi, jadi rasanya tidak adil jika perempuan menolak berhubungan intim dengan suaminya karena sesuatu hal akan berdosa sedang laki-laki yang menolak ajakan istrinya tidak berdosa.
Jika membaca novel perempuan berkarung sorban secara utuh, maka kita dapat mengambil pelajaran bahwa banyak pandangan-pandangan dan persepsi yang keliru di masyarakat tentang hak-hak perempuan dan novel ini berusaha meluruskan kekeliruan itu melalui tokoh suami ke dua Anisa yaitu lek Khudhori sehingga pertanyaan-pertanyaan Anisa kecil yang seolah-olah menyudutkan Ajaran Islam dapat terjawab dengan baik dan membuka wawasan bagi para pembaca baik pembaca perempuan maupun laki-laki dalam memahami gender dan hak-hak reproduksi perempuan. Novel ini sangat baik untuk dibaca untuk membuka wawasan kita tentang gender dan hak-hak reproduksi.

Tidak ada komentar: